06 Desember 2007

Maarif Institut Boyolali Protes : Seragam PNS Rp 9 M, Rakyat Miskin Rp 10 M

BOYOLALI - Dinilai tidak pro rakyat miskin, hasil pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) antara DPRD dengan Bupati yang akan dijadikan kesepakatan landasan penyusunan RAPBD menjadi APBD Boyolali 2008, Maarif Institut Boyolali memrotes sekaligus mendesak Bupati dan DPRD Boyolali segera meninjau kembali kesepakatan tersebut. ”Hal itu karena sesuai dengan Permendagri 30 tahun 2007 tentang pedoman penyusunan APBD 2008 Pemerintah daerah harus memprioritaskan pengurangan kemiskinan sebagai prioritas pertama. Namun bila dilihat dari kesepakatan dalam KUA-PPAS di Boyolali justru pos-pos kegiatan penanggulangan kemiskinan mengalami penurunan,” kata koordinator Maarif Institut Boyolali, Sarbini, kepada wartawan di Pemkab Boyolali, Selasa (4/12).

Menurut dia, seperti program kegiatan bea siswa bagi keluarga kurang mampu (miskin), beasiswa retrivel, bea siswa transisi yang tahun 2007 mencapai 4,5 Miliar, namun untuk tahun 2008 justru menurun kurang dari Rp 3 Miliar. Begitu juga sektor kesehatan pada kegiatan pengembangan puskesmas sebagai public society center Rumah Tangga Miskin (RTM) juga mengalami penurunan khususnya pada perbekalan obat yang tahun ini hanya sekitar 1 Miliar. ”Padahal masyarakat miskin sekarang kecenderungannya menggunakan jasa layanan di puskesmas yang dilakukan secara gratis tersebut,” tambah Sarbini.

Dikatakan, meski kedua dinas (Dinas Kesehatan Sosial dan Dinas Pendidikan Nasional) mengalami kenaikan Plafon anggaran sementara, namun ternyata masih banyak kegiatan yang justru hanya memperkaya pegawai saja. Satu contoh, tambah dia, kegiatan monitoring di lingkungan Diknas dalam PPAS mencapai 500 Juta serta masih adanya kegiatan yang sangat tidak masuk akal sejak 5 tahun lalu yang selalu menganggarkan kegiatan pembuatan data base menyedot dana cukup banyak. Begitu juga alat-alat kantor yang tidak masuk akal. Menurut hitungan Maarif institut, tambah Sarbini yang juga koordinator Masyarakat Anti Korupsi (Marak) sebagai acuan RAPBD Boyolali, KUA PPAS tidak mencerminkan pro-poor budget sebagaimana yang di amanatkan dalam Permendagri 30 tahun 2007 yang sekaligus juga sebagai implementasi Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Boyolali.

”Hitungan angka yang kami temukan, terlihat bahwa anggaran yang langsung menjangkau rakyat miskin kurang dari 10 Miliar, ini sangat menyakitkan hak-hak rakyat miskin. Sebab di sisi lain anggaran pengadaan seragam bagi PNS mencapai 9 Miliar kemudian pengadaan mobil dinas juga terus bertambah,” tambah dia. Belum lagi kenaikan gaji pegawai yang juga dianggarkan sangat besar. ”Kita menyadari APBD tahun 2008 terbebani oleh kenaikan gaji pegawai yang mencapai kurang lebih 50 M, belum gaji CPNS yang baru tidak sebanding dengan kenaikan DAU, namun hal itu bukan alasan untuk memangkas program pemberantasan kemiskinan di Boyolali,” katanya pula.

Terkait dengan masalah itu, sambung Sarbini Maarif institute mendesak kepada Bupati dan DPRD, khususnya tim anggaran daerah (TAD) untuk mengkaji kembali angka-angka dalam KUA-PPAS yang telah di sepakati agar anggaran APBD tahun 2008 sekaligus memperhatikan hak-hak masyarakat miskin yang telah menyumbangkan retribusi terbesar di Boyolali. Kemudian juga, harus meninjau ulang kegiatan operasional pegawai yang tidak masuk akal, seperti kegiatan monitoring dan pendataan yang memakan dana sangat besar. Selain itu, juga belanja modal yang rasional seperti di Diknas Boyolali. ”Mosok untuk kegiatan lomba mata pelajaran di tingkat, TK, SD, SMP, SMA, penularan mencapai 1,2 Miliar. Begitu masih ada satu dinas yang setiap kegiatan menganggarkan Laptop dan LCD sampai 25 juta,” katanya. [Sumber : Kedaulatan Rakyat, 6 Desember 2007]

Tidak ada komentar: