25 September 2007

Tersangka Korupsi Bantuan Tsunami Jawa Tengah Diperiksa KPK

SEMARANG - Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan perahu dan alat bantu lain bagi korban tsunami di Cilacap, Jawa Tengah, Hari Purnomo, kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa.

Namun, pejabat Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Tengah ini tidak bersedia memberi keterangan. "Saya sedang puasa jadi saya lupa," katanya. Hari diperiksa sejak pukul 11 hingga 15.30. Komisi menyita rumah Hari di Tambakharjo, Semarang.

Kepala Seksi Produksi Penangkapan Ikan DKP Jawa Tengah, Margaretha Elisabeth Totuarima, turut menjadi tersangka kasus ini. Sebagai pimpinan proyek, ia diduga erekayasa proses tender sehingga memenangkan rekanan tertentu. KPK memperkirakan kerugian negara Rp 7 miliar. [Sumber : Tempo Interaktif, 25 September 2007]

14 September 2007

Mantan Kepala Dinkes Banyumas Dituntut 22 Bulan

BANYUMAS - Mantan Kepala Dinas Kesehatan Banyumas Choirul Mufied dituntut hukuman penjara selama 22 bulan. Choirul Mufied adalah terdakwa korupsi dalam kasus pengadaan obat dan alat kesehatan untuk pusat kesehatan masyarakat di Banyumas senilai Rp 6,7 miliar yang telah merugikan negara sebesar Rp 521.573.000. Demikian pembacaan tuntutan yang disampaikan jaksa penuntut umum Ansori dalam persidangan kasus korupsi pengadaan obat dan alat kesehatan Dinkes Banyumas untuk tahun anggaran 2002-2003, di Pengadilan Negeri Purwokerto, Kamis (13/9).

Dalam pembacaan tuntutan tersebut, jaksa menegaskan, terdakwa terbukti telah melakukan tindak korupsi secara bersama-sama dan dilakukan berulang-ulang, tetapi terdakwa tidak terbukti secara sah telah melanggar dakwaan primer. Dalam hal ini terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 juncto 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat 1, jo Pasal 65 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Oleh karena itu, jaksa meminta agar Mufied mengembalikan uang hasil korupsi yang telah dipakainya sebesar Rp 36 juta. Kalau terdakwa tidak mengembalikannya secara keseluruhan, aset kekayaannya akan disita.

Kalau aset kekayaannya juga tidak cukup, akan diganti dengan hukuman penjara selama sembilan bulan. Dalam kasus ini, jaksa mengatakan bahwa hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah sebagai seorang pejabat publik seharusnya terdakwa memberikan contoh yang baik kepada bawahannya. Terdakwa juga dinilai menjadi penghambat program pemerintah, yakni pemberantasan korupsi. "Dalam kasus ini terdakwa telah merugikan negara dan tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas korupsi," kata Ansori.

Sebaliknya, hal-hal yang meringankan terdakwa, menurut jaksa penuntut umum, terdakwa selalu bersikap sopan selama mengikuti persidangan. Hal yang meringankan lainnya, terdakwa belum pernah dihukum dan mempunyai tanggung jawab istri dan anak. "Selain itu, terdakwa yang berprofesi sebagai dokter juga masih diperlukan masyarakat dan sebagian uang hasil korupsi telah dikembalikan sebesar Rp 10 juta," kata Ansori. Menanggapi tuntutan tersebut, pengacara terdakwa Agus Tri Susanto meminta waktu kepada majelis hakim selama dua minggu untuk menyusun pembelaan. Majelis hakim yang diketuai oleh Ari Jiwantara memberikan waktu satu minggu.